Hilirisasi Rumput Laut Bisa Beri Kabar Baik Bagi Petani Padi RI
19 Oct 2024
Karawang, CNBC Indonesia - Selama ini olahan rumput laut sebagian besarnya masih digunakan untuk produk makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik. Namun ternyata rumput laut memiliki potensi untuk diturunkan menjadi produk turunan rumput laut yang lebih memberikan nilai tambah ekonomi, seperti biostimulan, bioplastik, pakan hewan, nutraseutikal, protein alternatif, farmasi, dan tekstil.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat BRIN Jasmal Basmal menyebut biaya produksi padi bisa jauh lebih murah dengan menggunakan biostimulan sebagai pengganti pupuknya.
"Harga biostimulan murah, hanya Rp20.000 per liter," kata Jasmal saat ditemui di Unit Pengolahan Rumput Laut, Karawang, Sabtu (5/10/2024).
Adapun untuk bisa sampai panen dengan luas tanam 1 hektare, katanya, dibutuhkan biostimulan sebanyak 50 liter, atau senilai Rp1.000.000.
"Jadi kalau untuk 1 hektare sawah kita gunakan (biostimulan) 10 liter. Kan sawah itu pemupukannya 5 kali, jadi dibutuhkan 50 liter untuk bisa sampai panen, atau sekitar Rp1 juta (biaya pupuk) untuk sampai panen," jelasnya.
Sementara jika dibandingkan dengan pupuk kimia, kata Jasmal, dibutuhkan biaya sekitar Rp5 juta hingga Rp7 juta untuk bisa sampai panen. "Kalau dibandingkan dengan pupuk kimia atau NPK. Satu karung isi 50kg itu Rp500.000-Rp700.000 ya. Dia sampai panen butuh 500kg, berarti sekitar Rp5 juta sampai Rp7 juta," lanjut dia.
"Hampir semua tanaman. Di riset saya untuk tanaman herbal ya, daun pegagan, terus kumis kucing, kita riset itu bagus dibandingkan dengan pupuk organik yang lain. Kemudian tanaman cabai kita juga sudah coba tanam," ucapnya.
Namun sayangnya, biostimulan masih belum bisa digunakan secara masif di sektor pertanian, lantaran masih belum memegang izin edar dari Kementerian Pertanian (Kementan).
Alasannya, karena biaya untuk mengurus perizinan tersebut mahal bagi pelaku UMKM, yakni sekitar Rp45 juta sampai dengan Rp50 juta.
"Sekarang kan izin edar mahal, Rp50 juta. Namanya UMKM kan nggak ada duitnya," kata Jasmal.
Hal senada juga disampaikan Ketua Koperasi Produsen Mina Agar Makmur, Usup Supriyatna. Ia menyebut biaya untuk mengurus satu izin edar pupuk atau biostimulant di Kementan sekitar Rp45 jutaan. Karenanya, ia pun meminta agar pemerintah memberikan subsidi kepada pelaku UMKM dalam mengajukan izin edar produknya.
"Memang pembiayaan untuk ke Kementan itu cukup mahal, sih. Yang saya tahu, kemarin itu sekitar Rp45 jutaan untuk dapat satu izin. Karena ada uji lapang, dia juga ada uji multilokasi. Itu yang membuat mahal. Maka, mungkin saja, kalau seandainya izin edar untuk UMKM atau yang tidak berbahaya, ya bisa saja mereka subsidi," kata Usup dalam kesempatan yang sama.
"Menurut saya, daripada membiayai subsidi yang lebih besar yang triliunan (untuk pupuk subsidi), lebih baik pemerintah memfasilitasi ini, subsidi izin edar. Sehingga kalau ini kan bisa jadi lebih murah," sambungnya.
"Kami akan melakukan komunikasi dan fasilitasi dengan Kementan, karena ini salah satu produk yang mana sebenarnya rumput laut itu tersebar di Indonesia. Dan biostimulan punya fungsi yang sangat banyak," kata Budi.
"Kalau kita bicara hilalisasi, maka pemanfaatan produknya juga harus dikawal. Kalau untuk perikanan, sudah jalan. Sekarang untuk sebagai pupuk. Nanti kami komunikasikan dengan pihak Kementan. Supaya juga menjadi satu atensi, bahwa ini adalah menjadi substitusi, atau penguat kebutuhan pupuk. Kelebihan biostimulan itu adalah organik," imbuh dia.